Karya Dear Berliana
Di suatu malam, aku termenung melihat indahnya
bulan dan pancaran bintang-bintang yang menemani dan mendukung bulan untuk
bersinar. Aku selalu termenung memikirkan hari esok, yaitu kehidupanku yang
baru di sekolah yang baru. Aku berharap akan adanya seorang pangeran yang
datang kepadaku dengan penuh cinta dan kasih sayang.
“Nandaaaaa,
ayo sarapan nak. Nanti kamu terlambat” teriak Ibuku dari arah dapur. Aku
langsung melihat jam dan sekarang sudah jam 06:15. “Iya Bu, sebentar lagi Bu” jawabku
sembari aku merias diriku. Ini adalah hari pertama aku sekolah di SMA Harapan
Bangsa. Aku sangat menunggu-nunggu hari ini. Jantungku berdetak tidak seperti
biasanya. Tetapi sesampainya aku di sekolah, ternyata aku terlambat. “Huft,
kenapa aku harus terlambat di hari ini” pikirku dalam hati.
Berarti
aku harus dihukum untuk tidak masuk ke dalam sekolah sampai upacara selesai,
dan yang lebih buruknya, aku terlambat seorang diri. Tidak ada yang terlambat
selain aku. Tiba-tiba aku merasa ada yang menepuk bahuku. Aku langsung berbalik,
dan melihat seorang lelaki. Aku melihatnya dari atas ke bawah. Lelaki dengan
postur tubuh yang tinggi dan bermata sipit itulah yang menepuk tubuhku.
“Hei”
kata lelaki itu yang membuatku tersadar dari lamunanku. “Iya ada apa ya?”
tanyaku. “Lu anak pindahan ya?” Tanya dia kepadaku karena seragamku berbeda
dari seragam yang lainnya. “Iya” jawabku dengan singkat. “Pantesan, gue ngga
pernah lihat lu” kata lelaki tersebut. Berselang beberapa menit, dia datang
kembali dan menepuk bahuku. “Eh, beli minum yuk! Gue haus nih” katanya. “Hah?
Beli minum?” tanyaku dengan terheran-heran karena kami saja belum saling
mengenal. “Iya beli minum” jawab lelaki itu dengan nada meyakinkan. “Yasudah,
ayo kita beli minum” kataku dengan gemetaran.
Lalu,
kami berjalan menjauhi sekolah dan menuju ke warung terdekat. Aku menunggu dia
membeli minum sambil memperhatikan gerak-geriknya. Tetapi kalau dilihat-lihat,
dia sangat akrab dengan penjaga warung tersebut. Sepertinya dia orang yang
mudah bergaul, pikirku dalam hati. “Eh, ini buat lu” dia memberikan minuman
dingin tepat menempel di pipiku, membuat aku terbangun dari lamunanku. “Oh iya,
makasih ya” jawabku dengan ekspresi tersenyum.
“Ngomong-ngomong,
nama lu siapa?” tanya lelaki itu. “Nama aku Nanda Amelina, kalau kamu?” jawabku
dengan menanyakan kembali pertanyaannya. “Nama gue, Felix Amore” jawab lelaki
tersebut. “Oh oke” responku singkat sambil tersenyum. Setelah 1 jam kami
menunggu, kami berdua disuruh masuk oleh satpam sekolah. Aku pun langsung
menuju kantor untuk menanyakan dimana letak kelasku, dan bagaimana seragamku,
serta buku-bukuku. Sementara lelaki yang baru kukenal itu, entah dia kemana. Mungkin
dia kembali ke kelasnya, atau mungkin bisa saja dia membolos pelajaran.
Ketika
aku memasuki kantor, aku melihat banyak guru-guru yang sedang mengerjakan
sesuatu di laptopnya. Aku bingung harus bertanya kepada siapa, karena aku takut
mengganggu pekerjaan mereka. “Hei, murid pindahan, sini kemari” kata seorang
perempuan yang menurutku, dia adalah seorang guru. “Iya, Bu” jawabku dengan
berjalan ke arah perempuan tersebut. Lalu dia membawaku ke tempat dimana
terdapat data murid pindahan, dan memberitahu letak kelasku, serta memberitahu
hal-hal lainnya. Dia juga sempat memarahiku, karena aku terlambat di hari
pertama aku sekolah disini.
Lalu
dia mengantarku ke dalam kelasku. Kami pun berjalan menyusuri koridor-koridor
sekolah, sampai kami berada di depan kelas yang bertuliskan XI MIPA-2. Itulah kelas
baruku, semoga aku akan senang berada disini, pikirku dalam hati. Dia mengetuk
pintu dan mengucapkan salam. Setelah itu kami masuk, dan dia menyuruhku untuk
memperkenalkan diriku. Setelah memperkenalkan diri, aku duduk di tempat kosong
yang ada di baris kedua dan kolom kedua dari pintu.
“Hai”
kata teman sebangku ku dengan ekspresi tersenyum. Lalu dia mengulurkan
tangannya dan berkata, “Namaku Rini, senang bisa berteman denganmu” katanya
dengan nada yang sopan. Aku pun langsung menjulurkan tanganku dan berkata, “Hai,
senang juga bisa berteman denganmu” jawabku dengan ekspresi tersenyum. Sepertinya
dia orang yang ramah dan kami dapat menjadi teman baik, pikirku dalam hati.
Tidak
terasa bel istirahat pun berbunyi, aku menuju ke kantin bersama dengan Rini dan
dua teman baruku, yaitu Erika dan Anne. Kami berteman layaknya kami sudah
berteman sejak lama. Setelah mendengar bel yang menandakan waktu istirahat
berakhir, kami pun langsung bergegas kembali ke kelas kami. Ketika aku masuk
kelas, aku terkejut karena aku melihat lelaki yang kutemui tadi pagi, yaitu
Felix. Lelaki bertubuh tinggi dengan sifatnya yang mudah bergaul dengan orang
lain tersebut, duduk di belakang bangku ku. Tetapi mengapa aku baru melihat dia,
mungkin saja tadi dia membolos pelajaran, pikirku dalam hati.
“Nanda?
Kelas lu disini?” tanya Felix dengan ekspresi sangat terkejut. “Iya Felix, bisa
kebetulan begini ya kita sekelas hahaha” jawabku dengan nada yang terkejut
juga. “Kalian berdua udah saling kenal?” Wah, ini mah namanya jodoh hehehe”
kata teman sebangku Felix yang kuketahui dari Rini bahwa namanya adalah Rio. Lalu
aku dan Felix pun saling bertatapan dan tersenyum.
Pelajaran
pun kembali berjalan seperti biasa, sampai akhirnya terdengar bel yang sangat
kami tunggu-tunggu, apalagi kalau bukan bel tanda pulang sekolah. Berhari, berminggu
pun sudah kami lewati. Pertemanan kami
semakin dekat, kami sering belajar bersama, dan melakukan apapun bersama-sama.
Rini, Erika, Anne, Felix, dan Rio sering bermain kerumahku, begitupun
sebaliknya.
***
Di
pagi hari saat aku terbangun oleh angin yang sejuk dan kicauan burung yang
merdu, tiba-tiba aku memikirkan Felix. Lelaki itu adalah orang yang humoris,
kehidupanku rasanya terasa sangat indah dan nyaman ketika bersamanya. Lelaki
itu selalu membuatku tersenyum dan tertawa saat melihat tingkahnya. Akhir-akhir
ini sikapku juga berubah di depan dia, aku selalu memperhatikan penampilanku
ketika akan bertemu dengannya, dan aku selalu berusaha menjadi yang terbaik dihadapannya.
Apa yang sedang kurasakan, aku sangat bingung sehingga tidak dapat memikirkan
apa-apa. Dipikiranku, hanya ada dia, dia, dan dia. Rasanya aku tidak ingin
kehilangan dia walau hanya sedetik saja, pikirku dalam hati.
Sampai pada suatu hari di depan kelas Rio berkata
kepadaku, “Nandaaa, gue mau kasih tau lu sesuatu, sini deh”. Aku sangat bingung
dengan sikap Rio hari ini, tidak biasanya dia bersikap seperti ini. “Iya, ada
apa Rio? Kamu mau kasih tau apa? Aku jadi penasaran hahaha”, jawabku penasaran dengan
bertanya berkali-kali. “Lu tau ngga sih, ternyata si Felix suka sama lu.
Kemaren dia cerita sama gue hehehe” jawab Rio dengan semangatnya. “Hah? Kamu bercanda
saja Rio hahaha” kataku merespon perkataan Rio lalu aku segera memasuki kelas.
Sebenarnya
apa yang dikatakan Rio sangat berpengaruh bagiku, aku semakin berada di langit
ketujuh ketika mendengar hal tersebut. Apakah aku jatuh cinta kepada Felix.
Bagaimana jika yang dikatakan Rio itu benar, pikirku. Aku selalu memikirkannya
sampai aku tidak bisa tidur.
***
Keesokannya
di sekolah, saat giliranku kedepan kelas untuk berpidato, Rio berkata dengan
suara keras dan lantang, “Bu, itu yang lagi di depan pacarnya Felix Bu”. Aku
sangat terkejut mendengar Rio berkata seperti itu, lalu aku dengan segera
melihat ke arah Felix, dan respon Felix yaitu tersenyum dan mengedipkan satu
matanya kepadaku. Karena tindakan Rio, satu kelas pun menjadi gaduh dan tidak
terkendali. Tetapi perkataan Rio tadi membuatku merasa senang.
Saat pulang sekolah, aku bertemu dengan teman-temanku
yang berasal dari kelas lain. Mereka langsung bertanya tentang hubunganku
dengan Felix. Sebab kabar tersebut sudah beredar di satu angkatan kami. Kabar
tersebut beredar dengan cepatnya. Tapi aku hanya diam dan tersenyum, sebab aku
tidak tahu harus berkata apa.
***
Akhir-akhir
ini aku merasa sangat bahagia ketika berangkat ke sekolah, sampai akhirnya aku
merasa bahwa salah satu teman dekatku ada yang menjauh, yaitu Erika. Aku merasa
Erika sekarang memusuhiku, tetapi aku tidak tahu apa yang terjadi padanya. Aku
sudah bertanya kepada Rini dan Anne tentang masalah yang sekarang terjadi pada
Erika, tetapi mereka berdua juga tidak mengetahuinya.
Lalu
sepulang sekolah, aku memutuskan untuk bertanya langsung kepada Erika. Aku
membawa Erika ke lapangan belakang dan bertanya, “Erika, apa yang terjadi
padamu? Mengapa akhir-akhir ini aku merasa kamu menjauh dariku?”, tanyaku
kepada Erika. “Lu mau tahu gue kenapa?” Tanya Erika dengan lugas. Tanpa aku
menjawab, Erika langsung menyambungkan perkataannya. “Gue itu suka sama Felix,
gue udah suka sama Felix semenjak kami masih SMP. Puas lu sekarang?” kata Erika
dengan ekspresi penuh dengan kemarahan.
Aku
sangat terkejut mendengar pernyataan Erika tersebut, aku tidak pernah tahu
kalau Erika suka sama Felix. Aku bingung harus berkata apa. Aku seperti
dihantam deburan air dan pasir di pantai serta dinaungi terik panas matahari
yang merajalela diatas kepalaku. Aku langsung berkata kepada Erika, bahwa aku
akan berusaha menjauhi Felix sebisaku. Aku tidak ingin menyakiti perempuan yang
sudah kuanggap sebagai sahabat dan saudara itu.
Setelah
berkata hal itu, aku langsung berlari menjauhi lapangan belakang dengan hati
yang hancur dan cucuran air mata, dan ini pertama kalinya aku merasakan betapa
sakitnya jatuh cinta. Aku memutuskan untuk mencuci wajahku sebelum pulang ke
rumah agar tidak ada yang mengetahui bahwa aku sehabis menangis.
Ketika
aku ada di depan gerbang sekolah untuk menunggu jemputan, tiba-tiba ada yang
menarikku ke dalam sekolah. Dengan spontan aku melihat orang itu, ternyata itu
adalah Rio. Rio langsung membawaku ke taman sekolah. Sesampainya disana aku
melihat ada Felix, tadinya aku ingin pergi menjauhi Felix tetapi Rio
mendorongku hingga aku hampir terjatuh. Aku bersyukur karena ada Felix yang
menolongku.
Lalu
aku bertanya kepada Felix, kenapa aku dibawa kesini. Setelah aku bertanya,
Felix tidak menjawab apa-apa. Lelaki itu hanya tersenyum dan membuka tasnya,
dan mengeluarkan bunga yang wangi dan tersusun rapi. Dia menatapku dan
menyatakan perasaan cintanya kepadaku. Aku tidak tahu harus berkata apa,
mengapa ini semua harus terjadi padaku. Aku bingung antara memilih Felix atau
Erika. Tetapi aku tidak boleh egois dengan memikirkan diriku sendiri, aku harus
memikirkan tentang perasaan sahabatku, Erika.
Kata
pertama yang kukeluarkan dari mulutku adalah kata “Tidak” dan yang kedua adalah
“Maaf”. Aku langsung berlari dengan cepat meninggalkan Felix yang termangu
dengan penuh tanda tanya. Aku sebenarnya tidak ingin menolaknya, tetapi aku
tidak tahu lagi harus berbuat apa.
***
Sudah empat hari sejak
kejadian tersebut, aku sudah tidak berbicara kepada Felix. Aku memutuskan untuk
menjauh darinya hingga Erika tidak menjauhiku lagi. Hari pun terasa sangat sepi
dan hampa sekalipun aku ada di suasana ramainya lingkungan sekolah. Hari ini juga
berlangsung dengan biasa saja, tanpa ada sesuatu hal yang istimewa.
Sampai saat pulang
sekolah ketika guru sudah keluar dari kelas, Rio dan Rini langsung menutup
pintu kelas, dan menguncinya. Aku sangat bingung, apalagi yang akan terjadi
hari ini, pikirku dalam hati. Lalu aku melihat Felix berlari menuju loker yang berada
di belakang kelas dan mengambil bunga dan juga sebatang coklat dari sana, aku
memperhatikannya, sepertinya dia berjalan kearah Erika yang berada didepanku. Untuk
sesaat hatiku sangat hancur teriris-iris. Tapi anehnya dia berjalan melewati
Erika. Bagaimana ini bisa terjadi, pikirku.
Sekarang Felix tepat
berada di depanku. Aku bingung, apa yang akan dilakukannya, bagaimana ini bisa
terjadi di depan Erika. Aku pun menatap ke arah Erika, lalu Erika berkata, “Ternyata
cinta ngga bisa dipaksain Nan. Gue sekarang udah sadar kalau ternyata gue dan
Felix selamanya hanya akan menjadi sahabat. Jadi sekarang, lu nggak perlu
menutupi perasaan lu lagi. Maafin gue ya Nanda” kata dia sambil menitikkan air
mata. Setelah berkata seperti itu, Erika langsung berjalan ke arahku dan
memelukku. Aku sangat senang kalau sekarang Erika tidak marah lagi kepadaku,
pikirku. Setelah memelukku, Erika berdiri disampingku dan merangkulku sejenak.
Setelah menyaksikan hal
tersebut, Felix langsung menyatakan perasaannya untuk kedua kalinya. Sekarang,
aku tidak perlu ragu-ragu lagi untuk mengatakan perasaanku juga. Rasanya saat
itu aku sangat bahagia, aku merasa sangat lega akan hal yang terjadi. Aku bisa
kembali berkumpul bersama sahabat-sahabatku dan bersama cintaku.